February 17, 2012

[Resensi] Indahnya Prosa "Jatuh Dari Cinta"




Judul : Jatuh Dari Cinta

Penulis : Benny Arnas

Penerbit : Grafindo

Tahun terbit : 2011

Halaman : 216

ISBN : 978-602-8458-42-2



Cerpen dengan tema cinta masih saja menjadi pilihan utama. Benny Arnas peraih Krakatau Award 2010 berhasil meramu cerpen cinta dengan citarasa berbeda. Cerita orang-orang yang jatuh karena cinta dibingkai indah dalam buku ‘Jatuh Dari Cinta’. Berisi lima belas cerpen unik dan pasti ciamik. Tidak perlu ragu dengan kualitas cerpen buku ini, karena 100 cerpen karya Benny Arnas sudah tersebar di berbagai media. Tentu saja ramuan sastra dalam buku ini terasa kental sekali. Sekental avocado float.



Buku ini dibuka dengan satu judul cerpen yang akan mengundang tanya. Yakni cerpen ‘Natnitnole’ sejenis bunga yang jatuh berserakan di taman kota Hatna Hatnareb. Cerpen ini merupakan contoh cerpen dengan multi point of view. Sudut pandang orang pertama (akuan) digunakan oleh keempat tokohnya sekaligus. Menceritakan tentang keluarga yang menikah karena tenung.



Tokoh Papa selingkuh dan menyiksa Mama, akan tetapi cinta Mama tidak pernah berubah sampai perpisahan terjadi. Terasa memilukan saat tokoh anak muncul sebagai korban dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dan sikap-sikap dingin yang mereka tunjukkan pada Papa. Efek perceraian terasa sekali dengan adegan berkumpulnya Mama dan dua anaknya dalam pelukan tangis. Ending cerita cukup mengejutkan karena dari awal kita tidak akan menyangka bahwa tokoh Papa main tenung. Papa mendatangi dukun dan menyatakan keinginannya untuk kembali.



Cerita itu memang cocok dengan filosofi bunga Natnitnole….Makin remuk mahkota dan kelopaknya,makin menyebarlah bau-bau harum yang bersumber dari kotak sarinya yang pecah. Makin hancur bunga itu, makin semerbak wanginya. Makin dibunuh cinta itu, makin hiduplah ia (halaman 12)



Cerpen ciamik lainnya berjudul ‘Bumi Itu Bulat, Cinta’. Dari cerita ini, kita akan menemukan kebaruan tentang filosofi cinta. Dipadu dengan setting tempat yang menarik, sehingga membuat cerpen ini begitu unik. Benny memilih setting di Hannover. Dia mengajak pembaca membayangkan keindahan Lune Park, salah satu taman terkenal di Eropa Barat.



Menceritakan pertautan cinta bak bumi yang bulat. Semakin berseberangan, semakin tidak bisa dicari karena akan tergelincir. Tokoh utama sebenarnya mencintai Meir, seorang wanita Jerman. Tokoh utama mengalami konflik batin. Antara rela berpisah dan tidak. Perasaan benci tapi rindu. Dia masih menerima email dari Meir. Bisa melihat foto-foto Meir dengan Klinso di Lunnerberger Heide. Cerita tentang Klinso. Dan semua itu sungguh menyiksa batinnya. Tokoh utama semakin terpuruk saat terdengar kabar Meir sudah menikah. Cerita ditutup dengan tulisan menyayat untuk Meir.



Meir, aku kini tahu mengapa kaukatakan pertautan kita bak bumi yang bulat. Karena dunia menyerupai bola, kan? Maka ketika kita berseberangan, sejatinya kita semakin dekat. Karena aku akan tergelincir. Pun engkau. Melingkar. Lalu, lalu, lalu…. Oh, aku tak tahu lalu apa. Lalu kita tak bisa saling membohongi bahwa akhirnya cinta itu pun koyak-moyak tabirnya….(Halaman 27)



Untuk mendeskripsikan setting Hannover tersebut, Benny tidak perlu datang langsung ke sana. Menurut wawancara singkat melalui Facebook, dia hanya banyak membaca dan tentu saja mengandalkan google.



Cerpen ketiga yang cukup membekas berjudul ‘Suara-suara Yang Menciummu’. Cerpen ini bisa membuat kita merenung setelah membacanya. Cerpen ini mengisahkan suara bisikan-bisikan iblis yang dihembuskan pada sepasang kekasih. Mereka berpacaran di Air Terjun Temam. Seperti layaknya orang berpacaran yang lalai karena bisikan setan. Mereka saling berdekatan, sehingga membuat setan bertepuk tangan.



Cerpen tersebut ditutup dengan surprise ending yang menohok. Sepasang kekasih itu hampir berciuman, tetapi lelaki polos itu mendengar adzan, dia ingat Tuhan. Dan merasa berdosa. Saat penyesalan belum luruh, gadis itu menjerit karena truk di depan mereka mengerem mendadak.



Lalu iblis pamit pergi. Berikut ini, kalimat menohok yang saya maksud :

Aku pergi sekarang. Sudah cukup aku menemanimu. Mulai detik ini kau bukan lagi urusanku. Setelah Izrail mengunjungimu biarlah Raqib dan Atit bermusyawarah dulu untuk menempatkanmu di mana. Tapi, menurutku, tak mungkin apa-apa yang telah kaulakukan sepanjang hari ini akan diputihkan begitu saja…. (Halaman 85)



Cerpen ini merupakan teguran keras, agar kita tidak mendekati zina. Karena maut akan menjemput kita kapan saja.



Kumcer ini ditutup dengan cerpen ‘Kepada Pengantin Baru’. Benar-benar komposisi yang tepat untuk judul buku ‘Jatuh Dari Cinta’. Entah kenapa penulis berubah begitu bijak dalam cerpen ini. Menganggap pengantin baru bakda lebaran itu orang-oang yang beruntung. Karena mereka akan menikah setelah melalui satu bulan cobaan. Menahan hawa nafsu dan mengeja cinta dengan berbagi.



Pembaca akan menemukan beberapa quote yang perlu dicatat dan diingat.

Benci menjadi dengki, cemburu menjadi ragu

Maka bila mencintai, cintailah sekadarnya. Bila membenci, bencilah sekadarnya.

Memaknai bahwa berumahtangga sejatinya tentang kecakapan mengolah amanah.

Gunung takkan menjadi lembah bakda meletus, bukan? Kebahagiaan takkan sirna ketika kita berbagi, bukan? (Halaman 194 – 197)

Tapi ada ada satu kalimat yang diulang di paragraf berikutnya. Tidak membosankan karena fungsinya untuk menegaskan.



Keempat cerpen itulah yang menurutku membekas di benak. Bukan berarti cerpen lain tidak membekas. Hanya saja karena saya menyukai keempat cerpen itu. Cerpen lain tidak kalah indah, seperti cerpen ‘Anak-anak yang Kembali’ menceritakan seorang suami yang tidak mengingikan anak perempuan. Karena nanti akan dibawa pergi oleh menantunya. Anak-anaknya baru kembali setelah Ibunya di liang lahat. Cerpen ‘Cerita Yang Mencintai Yun Karena Yin’ mengisahkan tentang Yang suami Yun yang suka mabuk dan main serong. Puncak konflik saat Yang membawa wanita cantik bernama Yin. Yun pun kalap dan membunuh mereka. Lalu menyerahkan diri ke Kantor Polisi.



Judul cerpen lain yang melengkapi kumcer ini antara lain : Perempuan Malam Tadi, Cerita yang Menyeruak dari Kebun Mawar, Yang Jatuh Berkeping-keping, Keluarga Sempurna, Kemughau, Sesungguhnya Dia Sangat Cemas, Kau, Aku dan Kisah yang Keparat, Tujuh Belas Perempuan, dan Kabut. Itulah sekumpulan judul cerpen yang eye catching. Dengan membaca judul saja, sudah bisa menarik pembaca. Karena ‘Kemughau’ bisa menimbulkan rasa penasaran.



Disarankan jangan membaca buku ini jika hati Anda sedang patah. Karena cerita-ceritanya hanya akan menambah mata semakin basah. Sangat cocok dibaca orang yang sedang jatuh cinta. Agar tidak terjatuh karena cinta. Sangat disarankan membaca buku ini, jika kalian sedang belajar menulis cerpen. Karena buku ini merupakan referensi yang tepat bagi Penulis Amatiran.



Untuk menghindari kejenuhan saat membaca, Benny menyelipkan beberapa lukisannya serta foto dokumentasi UWRF 2010.



Mungkin awal-awal membaca buku ini, Anda akan jatuh cinta pada penulisnya. Tapi Anda akan benar-benar terjatuh saat membaca penutup buku ini ‘Saya Cuma Pengarang, Cinta’. Sempat membuatku tersenyum karena gaya ceritanya yang menggelitik. Penulis menceritakan proses pembuatan buku ini. Memberikan cerpen-cerpennya pada kekasih sekaligus korban cerpen-cerpennya. Lalu menunggu komentar dan pujiannya.



Memastikan bahwa cerpen yang ditulis bukan pengalaman pribadi Benny, tetapi murni fiksi. Ditegaskan lagi dengan kalimat romantis. Saya menggamit bahumu. Saya memelukmu hangat. Saya hanya pengarang, Cinta. Saya yakin kau sangat menyukai cara saya menceritakan cinta, …. (Halaman 215). Saya pembaca juga akan menyukainya.



Sungguh sulit menemukan kelemahan cerpen-cerpen Benny. Mungkin kita akan sebal dengan ending-ending yang tidak sesuai dengan perkiraan pembaca pada umumnya. Kita akan menemukan ‘O’ dan ‘Oh’ di sepanjang cerita. Bagiku ‘O’ dan ‘Oh’ terlalu banyak sehingga terasa mengganggu. Huruf tersebut bisa terulang sampai tujuh kali dalam satu cerpen. Yah…bisa jadi itulah ciri khas Benny Arnas.



Sebagai penutup resensi sederhana ini. Sepertinya perlu saya kutip pesan penting dari Benny.

“Mengarang, bagi saya, juga tentang meramu kebahagiaan. Dan sebagai pengarang, sebaik-baik kebahagiaan adalah ketika saya bisa membuang kefasikan ke dalam aliran cerita hingga tak bersisa, hingga tak ada lagi keburukan yang bisa dituang ke dalam kehidupan nyata.”

No comments:

Post a Comment