August 19, 2009

Launching Buku EINH plus Workshop



Keberangkatan

Bis kopaja (P 20) terus melaju sampai daerah Menteng. Pikiranku sudah melayang sampai PDS HB Jassin. Sampai ada satu benturan keras membuyarkan lamunanku. Satu keranjang berisi otak-otak dan dua botol bumbu terjatuh hingga tercecer keluar bis, karena ulah Sopir yang menginjak pedal rem secara mendadak. Kulihat wajah penumpang yang menjual otak-otak itu masih bisa tersenyum. Tapi senyum pahit dipenuhi bayang-bayang kerugian. Ia pungut otak-otak yang tercecer di dalam bis. Lalu ia memutuskan untuk turun dan memungut otak-otak yang entah seperti apa nasibnya. Sampai di stasiun KA Gondangdia, aku dengar celoteh seseorang bahwa Si Penjual otak-otak itu memaki bis yang ia naiki.

Sampai di Tugu Tani, aku memenuhi kebutuhan kaki agar berjalan sampai TIM. Ternyata lumayan jauh dari Tugu Tani, sehingga bisa mencukupi kebutuhan mingguan tubuh yakni olahraga pagi.



Ruangan PDS HB Jassin

Pandanganku terlempar di deretan kursi-kursi kosong, setelah memberi salam pada Ditta. Aku pikir akulah peserta yang datang paling awal. Ternyata bukan! Ada Pak Nasrudin yang lebih awal datang. Beliau adalah sosok sepuh namun tangguh, dan semangatnya patut jadi teladan bagi kawula muda. Aku salut melihat semangatnya mengikuti setiap workshop yang diadakan oleh Mbak Asma. Dengan bantuan tongkatnya, Beliau berjalan tertatih menuju kursi. Pertama kali aku duduk di sebelah tas milik Pak Nasrudin, lalu pindah di kursi garda depan. Sempat terlibat satu obrolan menarik dengan Pak Nasrudin. Beliau utarakan kekecewaan terhadap ending cerpen Emak Ingin Naik Haji yang menyesakkan dada, sebenarnya jadi naik haji atau tidak. Dan dijawab langsung oleh Mbak Asma bahwa ending film dengan cerpen tidak sama. Ending film nya terharu tapi melegakan.

“Sudah baca cerpen ini?” tanyanya.

Jujur aku malu menjawabnya, aku merasa kalah cepat lagi dengan Pak Nasrudin. Yang membuat aku salut lagi adalah cerita Beliau yang sudah beli 5 buku EINH untuk di bagi-bagikan di Musholla dan menjadi buku rebutan di Musholla.


Sesi Launching buku EINH

Mas Boim Lebon sebagai pembawa acara telah berhasil mengocok perut kita jadi adonan kue hehe.., Setelah bernarsis ria, Mas Boim memanggil Mas Isa (suami mbak Asma) sebagai wakil Asmanadia Publishing House. Setelah Mas Isa memberikan sambutan, Mas Boim memanggil Mas Khidmat sebagai moderator untuk mengisi kursi depan disusul Mbak Asma, Mas Kurnia Effendi, Emak Aty Canser. Yang terakhir Mas Khidmat yang memanggil Mas Boim. Lalu Mbak Asma mulai bercerita mengenai proses cerpen menjadi film. Ditambah penilaian Mas Kurnia, Mas Boim dan Emak tentang sosok Bunda Asma.

Langsung Tanya jawab. Yang saya catat adalah pertanyaan dari Mas Billy.

* Mengapa cerpen EINH ini dikatakan filmis?


Mas Kurnia Effendi menjawab bahwa dengan membaca satu paragraph pertama, Beliau sudah bisa menilai bahwa cerpen ini filmis karena prosanya mampu menimbulkan adegan/bayangan sebuah cerita.

* Pertanyaan berapa lama menyelesaikan cerpen ini?


Butuh waktu seminggu – 10 hari untuk menyelesaikannya. Mbak Asma sempat membolak balikkan paragraph, berfikir bagaimana multiplot bisa menjadi 1 klimaks dalam cerpen. Sehingga jadilah cerpen multikonflik, multikarakter.

Mbak Aty Canser mengatakan bahwa peran utama di film EINH adalah satu kesempatan berbuat kebaikan dan membuatnya merasa terharu.

Selanjutnya adalah sesi pemutaran trailer film EINH.

Awalnya saya juga ingin menahan air mata karena sedang di tempat umum, tapi genangan air mata mulai mengaburkan pandanganku. Tak bisa dicegah, mengalir saja dengan mudah. Untung masih bisa terkontrol. Karena aku merasa ada kesamaan impian dan keinginan dengan sosok Zein yakni menaikkan haji orang tua.

Mas Khidmat juga mengaku tak bisa menahan air matanya saat menonton film ini meski nonton berkali-kali masih saja mengalir air matanya.

Memang benar kata Mas Boim. Ada dua hal yang membuat terharu yakni haji dan Emak. Feelingku mengatakan bahwa film EINH bakalan sukses.



Sesi Workshop

Kali ini aku harus puas duduk di belakang. Tapi tak mengurangi konsentrasi mendengarkan penuturan sang Sutradara film EINH, Mas Aditya Gumay. Ada satu poin penting yang perlu teman-teman ketahui yakni tahap awal membuat skenario bagi pemula adalah dengan bantuan membuat plot terlebih dahulu, setelah membuat synopsis tentunya. Satu plot sama dengan satu adegan. Cerpen EINH sudah bisa dijadikan sebagai synopsis.

Contoh Plot by Aditya Gumay dan Adenin Adlan (Penulis Skenario) :

Film dibuka dengan big close up tangan sedang melukis ka’bah dalam coretan yang sedikit kontemporer di atas sebuah kanvas.

Terdengar suara adzan subuh, emak terbangun dari tidurnya, keluar kamar.

Dst….(ma’af jika saya teruskan postingan ini akan sangat panjang)


* Pertanyaan Mbak Sita


66 plot bisa jadi 135 scene, karena ada pengembangan establish, saat adegan telepon yang harus pindah ruangan sehingga ada INTERCUT dan bisa nambah scene.

Pertanyaan testing dari saya adalah :

Bagaimana membuat skenario itu bisa pas/ sinkron dengan durasi/waktu yang telah ditetapkan?

Dan dijawab oleh Mas Adenin Adlan : tergantung yang ditulis itu adegan atau dialog. Biasanya satu halaman satu menit. Dan jawaban ini ternyata sama dengan workshop yang saya ikuti sebelumnya. Tambahan sedikit setelah masuk 10-15 menit harus sudah mencapai klimaks.

MARI KITA DUKUNG FILM INDONESIA YANG BAGUS!