March 20, 2013

Makanan Pantangan Haruskah Dipantang?

Kegalauan sering muncul saat makanan di hadapan kita merupakan makanan pantangan. Makan enggak makan enggak? Kalau dimakan bikin sakit, kalau gak dimakan makin laper. Yah..itulah yang kurasakan saat ini. Sejak lulus SMU, udah punya banyak pantangan. Kata Dokter spesialis penyakit dalam, tidak boleh makan pedas, kecut, bersantan, makanan berpengawet, susu instan, jeroan. Awalnya taat tidak makan selama beberapa bulan. Setelah tubuh terasa sehat, sudah lupa semua.

Pasca jatuh, makanan pantangan bertambah. Tukang urut memberikan selembar kertar berisi daftar makanan pantangan. Tidak boleh makan mie dan sejenisnya, daging kambing, ayam, durian, pisang, es, minuman bersoda.  Tapi Dokter Rehabilitasi Medik bilang, tidak ada makanan yang perlu dipantang. Bersoraklah aku. Lalu makan makanan yang sudah kurindukan.

Pas balik ke tukang urut, aku dimarahin.
"Kamu minum es yaa, makanya sakit lagi?"
"Enggak kok, Bu. Cuma makan ayam, itupun dikit."
"Wah...kalau sakit seperti itu, musti tahan gak makan ayam sampai 1 tahunan."
Gubrax!

Dasar akunya tipe orang bandel. Tetep aja makan ayam. Padahal waktu berobat islami. Dilarang makan ayam juga. Khususnya ayam broiler. Gak boleh makan bakso, makanan yang pake micin. Tetep aja makan bakso pas ditraktir. Hadeeh!

Komentar orang sekitarku malah tambah bikin galau
"Eh ... jangan makan cumi terus, kolesterol lho."
Aku emang demen banget ama cumi. Waktu itu belum tahu kalau cumi itu sumber kolesterol jahat tertinggi. Dan menganggap sakit kolesterol hanya menimpa orang berbadan gemuk. Eh ternyata aku kena juga. Dengan berat hati, aku bilang selamat tinggal cumi hiks...

"Tubuh kita sudah memiliki sistem yang baik, jadi makan apa saja."
"Lah..dulu makan apa aja, malah sekarang sakit."
"Yo ... berarti fail iku."
Betul, tubuh kita memiliki sistem yang baik, tapi kalau asupan makanannya gak baik. Apakah Anda yakin tidak mengacaukan sistem itu?
Contoh sederhana. Kita disuruh mengunyah minimal 32 x. Eh ... kita cuma ngunyah 5x. Bayangkan makanan tidak bertemu dengan enzim di mulut yang dibutuhkan saat pencernaan. Apakah ini tidak memberatkan kerja lambung? Kalau lambung bekerja berat, apa Anda yakin kondisinya tetap baik?

Waktu aku makan krupuk. Si Bowo komplain. "Lho .. malah makan kerupuk? Itu digoreng pake minyak apa hayoo...?"

"Aku kan udah makan makanan yang menurunkan kolesterol?"
"Iya sih, tapi apa yang dimakan tidak sebanding dengan makanan berkolesterol"
Arrrggghhhh....padahal kan aku coba menuruti komen kedua.

 "Kalau makan seember bener gak boleh, ini kan cuma sepiring."
Yaah...akhirnya aku makan ayam lagi ayam lagi

Akhirnya aku minta pendapat Ust. Fatahillah. Beliau bilang makanan pantangan itu bukan berarti tidak boleh dimakan sama sekali. Boleh makan sedikit.

Selalu berusaha mengaplikasikan QS Al Baqarah 168, agar makan makanan halal dan thoyib. Makanan baik untuk orang lain belum tentu baik buat diri kita. Jika indikasi makan makanan gak thoyib memperburuk kondisi kita. Sebaiknya memang jangan dimakan. Banyak alternatif makanan lain yang lebih sehat dan baik bagi tubuh kita. Kalau tetap ngotot dimakan, nanti seperti aku. Awalnya ngicipin mie instan temen. Akhirnya masak mie sendiri dan dihabiskan lagi hihi....Jadi harus terima konsekuensi perut mules, usus tidak sehat, muka berjerawat, alergi kumat. Kalsium yang dibutuhkan tubuh, sangat sulit masuk karena tidak terserap.

Intinya pada pengendalian diri bukan sok pilih-pilih, rempong atau apalah. Jangan nunggu sakit lagi, barulah mengendalikan diri. Seperti yang disampaikan Dr. Hiromi Sinya dalam bukunya The Miracle of Enzym, kalau ingin sehat, bergaya hidup sehat, mengendalikan diri dan berbahagia. Terkadang kita baru mengendalikan diri, setelah merasa sakit. Padahal kalau disiplin makan makanan halal dan thoyib, penyakit insyaAllah menjauh. Kecuali Allah benar-benar menguji/menegur dengan sakit.

Jadi...makanan pantangan haruskan dipantang? tidak harus, boleh makan asalkan sedkit. Untuk memenuhi keinginan yang lama terpendam. Dan menghindari stress. Bismillah aja. Dan berpikir positif bahwa makanan yang dimakan tidak berdampak buruk bagi tubuh.

Pernah ada cerita orang yang sakit diabetes melitus kan tidak diperbolehkan makan nasi. Ketika dilarang, malah stress karena bosan makan kentang dan ubi.