June 23, 2012

[Resensi] Alkisah 'Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah'


Darwis Tere Liye piawai menulis novel melankolis. Banyak pembacanya yang mengaku menangis saat baca novelnya. Novel 'Kau,Aku, dan Sepucuk Angpau Merah' membuat pembaca menangis sekaligus tertawa. Novel ini terasa spesial diantara milyaran kisah cinta, karena dituturkan secara detail, khas, sederhana tapi penuh makna. Novel romance ini untuk dewasa dengan bumbu komedi melankoli. Sebagian besar prosa dan dialog membuat pembaca tertawa. Perjuangan Borno mendapatkan cinta sejatinya membuat mata pembaca berkaca-kaca.

Cerita dibuka dengan prolog tentang Borno yang suka memikirkan hal-hal aneh. Ayah Borno meninggal karena tersengat ubu-ubur sekaligus mendonorkan jantungnya. Pertemuan singkat dengan gadis kecil di Lorong Rumah Sakit. Membuat pembaca penasaran dengan tokoh itu. Permulaan yang baik sebagai daya tarik.

Bab satu dimulai dengan riwayat pekerjaan Borno. Dia selalu ganti-ganti pekerjaan. Borno pernah kerja di pabrik pengelolaan karet. Karena pabrik karet ditutup, Borno melamar pekerjaan di Syahbandar Pontianak. Salah satu alur lucu diselipkan. Borno mempraktekkan tips dari Pak Tua agar menyapa satpam dengan menyebut namanya agar lebih bersahabat. Tenyata nama yang tertera di seragam itu bukan nama sebenarnya. Satpam itu meminjam seragam Pak Mardud. Borno dipuji pejabat Syahbandar saat memberi tahu tips menghilangkan bau karet yakni menggunakan daun singkong.

Karena pemberian tips itu, Borno diberi kesempatan kerja di Dermaga Feri. Akan tetapi tidak bisa bekerja lama, karena tidak disetujui Bang Togar, Ketua PPSKT (Paguyuban Pengemudi Sepit Kapuas Tercinta). Bang Togar menganggap kapal feri jadi penyebab berkurangnya penumpang sepit. Borno alih profesi jadi pengemudi sepit (dari kata speed) adalah perahu kayu, panjang lima meter, dengan tempat duduk melintang dan bermesin tempel. Saat proses belajar mengemudi sepit, Borno harus mematuhi perintah Bang Togar. Ia harus mengecat badan sepit, membersihkan jamban selama tiga hari. Sampai tampang Borno kusut. Pak Tua hadir sebagai penenang. Ia sering menasehati Borno.
“Sederhana, Borno. Kau bolak-balik sedikit saja hati kau. Sedikit saja, dari rasa disuruh-suruh menjadi sukarela, dari rasa terhina menjadi dibutuhkan, dari rasa disuruh-suruh menjadi penerimaan. Seketika, wajah kau tak kusut lagi. Dijamin berhasil. Bahkan Togar malah mencak-mencak lihat kau tersenyum tulus saat dia meneriaki kau bergegas menyikat kakus.” (Halaman 59)
Kita bisa mengetahui riwayat kota Pontianak. Ternyata Pontianak adalah nama hantu dalam bahasa Melayu. Diceritakan pula sejarah nama Pontianak. Inilah contoh setting tempat yang detail dan khas. Borno tertarik dengan gadis keturunan Cina yang berbaju kurung kuning. Berawal dari pertemuan singkat di sepit. Saat penumpang sepitnya turun semua karena tidak percaya Borno bisa mengemudi, gadis itu masih bertahan duduk sendirian. Borno menemukan sepucuk angpau merah tertinggal di dasar perahu. Borno berusaha mengembalikan tetapi akhirnya disimpan. Sejak saat itu, Borno selalu berharap gadis sendu menawan itu jadi penumpangnya. Setiap hari Borno berusaha dapat antrian nomor tiga belas. Agar gadis itu jadi penumpangnya. Meskipun berkali-kali gagal dapat antrian tiga belas, Borno tetap gigih. Gadis itu selalu naik sepit 'Borneo'. Gadis itu ingin diajari mengemudi sepit. Sehingga mereka lebih akrab. Meskipun beberapa kali bertemu, Borno tidak tahu nama gadis itu. Inilah trik membangun rasa penasaran pembaca. Saat perkenalan, Borno coba melucu dengan cerita tentang orang bernama Rabu Kliwon. Ia menceritakan ada dua belas anak yang diberi nama bulan Januari, Februari sampai Desember.
"Namaku Mei, Abang. Meskipun itu nama bulan,kuharap Bang Borno tidak menertawakannya...." Borno ternganga macam orang sakit gigi di buritan kayu. (Halaman 127)
Dari dialog itu pembaca merasakan campuran emosi tokoh. Yang awalnya senang karena menganggap ceritanya lucu dan menertawakan. Menjadi kaget, takut menyinggung perasaan Mei. Ternyata Mei tidak marah, bahkan dia mengajak Borno latihan sepit lagi. Mei mengirim surat untuk Borno. ....
Nb. Abang harus tahu, lebih jarang orang bernama Sumatra,Jawa,Sulawesi atau Kalimantan dibanding nama-nama bulan. Jadi sebenarnya lebih aneh nama "Borno", apalagi e-nya hilang gara-gara orang lebih mudah memanggil Borno dibanding Borneo. Sampai ketemu besok siang, Abang Borno alias Abang "Kalimantan" alias Abang "bekas sungai" (Halaman 134 - 135)
Alur itu membuat saya tertawa. Dan masih ada alur lucu lainnya. Beberapa pesan moral tidak lupa diselipkan. Misalnya Borno cerita pada Andi saat dia menolong Mei yang terjatuh di Sepit. Borno justru merasa malu.
“Aku malu sudah memegang tangannya. Itu dosa,” (halaman 118)
Petuah cinta ala Pak Tua (Hidir) :
"Cinta sejati adalah perjalanan, Andi," Pak Tua berkata takzim. "Cinta sejati tidak pernah memiliki ujung, tujuan, apalagi sekedar muara. Air di laut akan menguap mejadi ribuan anak sungai, menjadi ribuan sungai perasaan, lantas menyatu menjadi Kapuas. Itu siklus tak pernah berhenti, begitu pula cinta." "Camkan, bahwa cinta adalah perbuatan. Nah, dengan demikian, ingat baik-baik, kau selalu bisa memberi tanpa sedikit pun rasa cinta, Andi. Tetapi kau tidak akan pernah bisa mencintai tanpa selalu memberi." (Halaman 168)

"Sejatinya, rasa suka tidak perlu diumbar, ditulis, apalagi kau pamer-pamerkan. Semakin sering kau mengatakannya, jangan-jangan dia semakin hambar, jangan-jangan kita mengatakannya karena untuk menyugesti, bertanya pada diri sendiri, apa memang sesuka itu." (Halaman 428)

“Kau tahu, Borno. Perasaan adalah perasaan, meski secuil, walau setitik hitam di tengah lapangan putih luas, dia bisa membuat seluruh tubuh jadi sakit, kehilangan selera makan, kehilangan semangat. Hebat sekali benda bernama perasaan itu. Dia bisa membuat harimu berubah cerah dalam sekejap padahal dunia sedang mendung, dan d i kejap berikutnya mengubah hatimu jadi buram padahal dunia sedang terang benderang.”
Dan masih banyak lagi contoh contoh pesan moral yang diselipkan dalam dialog. Salah satu trik menyampaikan pesan moral secara halus dengan menyelipkan dalam dialog. Tapi penulis justru terjebak membuat dialog panjang yang jarang terjadi di dunia nyata. Dalam novel ini ada dialog cerita yang super panjang sampai enam halaman. Tampaklah kelemahannya. Lazimnya orang berdialog itu pendek-pendek. Dan saling menimpali. Novel ini sarat ilmu teknik mesin. Sepit tua bisa diganti mesinnya aga berkecepatan tinggi. Bahkan mampu memenangkan lomba lawan sepit baru.
“Kau tahu, Borno, kapal kapal besar macam feri, kapal kontainer, kapal pesiar, tanker, menggunakan mesin torak, turbin uap, turbin elektrik, turbin gas, atau bahkan turbin nuklir. Nah, sepit ini hanya pakai mesin motor pembakaran dalam, bahasa sananya disebut internal combustion enginer.” (Halaman 54) “Logika mesin tempel itu sederhana, Borno. Hanya terdiri atas mesin penggerak, transmisi, dan propeler....” (Halaman 55)
Pembaca bisa ikut belajar mengendarai sepit dan mengetahui cara kerjanya. Deskripsinya cukup detail sehingga pembaca bisa membayangkan di benak. Tokoh Borno membuktikan bahwa pintar tidak harus kuliah. Dengan belajar lebih banyak dibandingkan mahasiswa, ia bisa menjadi montir cerdas yang mampu membuka bengkel laris.

Pekerjaan terakhir yang membuat ia sukses adalah menjadi montir bengkel. Borno mau berkongsi dengan Bapaknya Andi, teman sejatinya. Borno harus merasakan penipuan dan penghinaan. Tapi Borno tetap bangkit hingga sukses. Hampir satu tahun ditinggal pergi oleh sosok yang ia cintai. Berkali-kali Borno mengirim surat untuk Mei. Tapi tidak pernah dibalas. Borno semakin penasaran kenapa Mei tidak mau menemuinya. Ia hanya menulis sebaris kalimat yang cukup menyayat “Maafkan aku, Abang. Seharusnya aku tidak pernah menemui Abang.” Alur ini berhasil mengaduk emosi pembaca.

Bagian akhir novel ini cukup mengejutkan. Sepucuk angpau merah menjawab semua pertanyaan Borno. Penerimaan Borno terhadap kesalahan Mei telah membuktikan bahwa ia adalah seorang bujang dengan hati paling lurus sepanjang tepian Kapuas. Karakter Borno ini patut diteladani. Novel ini cocok sekali untuk mereka yang sedang jatuh cinta, patah hati dan rindu berat. Nilai gizi novel ini cukup tinggi karena sarat pesan moral, ilmu dan tips yang bermanfaat. Sehingga pembaca tidak merasa buang-buang waktu membacanya. Bintang empat untuk novel ini.

 Judul : Kau,Aku,dan Sepucuk Angpau Merah
Penulis : Tere Liye
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 512 hlm; 20 cm
ISBN : 978 979 22 7913 9