August 06, 2010

Diary Milad Sekolah Kehidupan_Belajar Sabar

Kalau Pak Sinang berpesan "jangan tengok ke belakang", saya justru ingin sekali lagi menengok ke belakang. Karena ada hal manis di belakang sana yang belum saya catat dan bagikan ke teman-teman. Ada banyak pelajaran, salah satunya belajar sabar.

Belajar Sabar part I
Setelah berhasil cabut dari kantor jam 15.00 WIB, saya siap-siap berangkat. Target keluar rumah pukul 15.30 ternyata meleset. Saya jalan setengah berlari menuju jalan besar. Bis 74 yang saya tunggu tak kunjung lewat sampai jam empat. Sampai di Blok M antri beli tiket busway. Tetap nekad naik busway meskipun Nihaw sudah wanti-wanti jangan naik busway. Seperti biasa antrian naik busway panjang banget. Udah gitu busway kosong melenggang berkali-kali dihadapan kami yang berdiri antri. Inilah pelajaran sabar dimulai. Pukul 16.30 barulah saya bisa naik busway. Padahal pesan Nihaw, maksimal pukul 17.30 harus sudah sampai Stasiun Kota. Halte demi halte terlewati. Pukul 17.28 busway berhenti lama sekali. Ternyata lampu merah menyala. Ada perasaan lega saat terlihat museum bank Mandiri. Tepat pukul 17.33 saya sampai di Stasiun Kota. Itu pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Stasiun Kota. Berjalan cepat-cepat mengikuti arus manusia menuju stasiun. Saya pun sampai di jalur delapan. Dan tidak ketinggalan kereta. Alhamdulillah...

Untuk sementara waktu kami duduk di tempat duduk yang kosong. Karena tidak kebagian tempat duduk meskipun Nihaw berjuang untuk mendapatkannya. Tahu kabar bahwa Pak Jonru dan Mas Epri, kita pindah ke gerbong satu. Duduk di kursi Pak Jonru dan Mas Epri hihi... Dulu saya berkali-kali niat bertemu Pak Jonru dan Mas Epri. Dan ternyata Allah mempertemukan kami dengan cara yang semanis ini di Stasiun Senen. Akhirnya dengan santai Pak Jonru berbagi biskuit dan sedikit ilmu fotografi. Begitu pula Mas Epri, berbagi pengalaman EO, ngobrolin tentang sastra. Alhamdulillah dapat ilmu gratis plus bisa foto bareng narsis :).

Belajar Sabar Part II
Entah siapa yang memesan tempat duduk dekat Pak Jonru, kami tidak tahu. Yang jelas sampai di Cirebon pun tidak ada orang yang mengusir kami. Alhamdulillah lagi jadi orang yang beruntung dapat tempat duduk. Belajar sabar dimulai lagi saat kita sampai di Pekalongan. Mendadak kereta berhenti lama sekali. Dari pukul 24.00 sampai kami keluar (menukar tiket) sekitar pukul 02.00. Mas Epri antri menukarkan tiket dengan uang cashback untuk kami (makasih Mas).

Ada satu keluarga (Ayah Ibu, anak dan dua orang cucu). Mereka memberi pelajaran berharga bagi kami. Seorang Ibu yang sabar menghadapi anaknya yang nangis karena tangannya terjepit. Tak keluar keluh kesah, apalagi amarah. Ditambah dengan kejadian rel kereta anjlok yang mengharuskan mereka membawa barang bawaan yang banyak. Uluran tangan dari kami yg ingin membantu ditolaknya dengan halus. Pelajaran yg saya petik "jangan merepotkan orang". Mereka pun bergabung dengan trio backpacker untuk melanjutkan perjalanan.

Kalau yang lain bangun dini hari untuk sholat malam. Kita justru menunggu bis jurusan Surabaya atau Semarang. Atas saran tukang becak, kami menuju pom bensin. Konon disitu ada bis Surabaya yang transit. Kami naik becak, menikmati semilir angin virgin. Tak ada bis yang mau berhenti. Sampai ada bis mini yang berhenti di hadapan kami. Setelah Mas Epri nego harga, kami pun naik. Selang beberapa jam, bis berhenti. Bannya kempes. Belajar sabar lagi. Kami dioper ke bis lain. Sudah penuh, sehingga kami harus berdiri. Saya kasihan lihat nenek yang gendong cucunya, tapi tak ada yang mau memberinya tempat duduk. Saya lega setelah melihat nenek itu duduk. Saya dan Nihaw baru duduk saat sampai di Kalibanteng.

Jadi sadar betul bahwa kata-kata adalah do'a. Sebelumnya saya SMS Nihaw "...Gmn kalo naik kreta jur SMG aja. Ntar kita naik bis dari terminal Terboyo"
Meskipun kita tetap naik KA Gumarang, tapi tetap ngeteng juga.

Sampai di terminal Terboyo - Semarang, kami langsung naik bis yang siap berangkat. Tak ada pilihan lain selain bis ekonomi non AC. Kalaupun mau pilih yang ber-AC harus nunggu lebih lama lagi. Sebenarnya kasihan juga lihat anak-anak itu kepanasan, sampai akhirnya menangis di perjalanan. Si Ibu pun masih sabar menggendong anaknya, menghentikan tangisnya. Ada perasaan lega setelah keluarga itu turun di Stasiun Pasar Turi. Minimal amanah Mas Epri dan teman SMU nya telah kami laksanakan.

Sampai di Medaeng, kami dijemput Pak Saiful (sopir), Pak Diaz, Mbak Diah dan suaminya.
"Dari sini masih berapa jam lagi, Pak?" Celetuk Kang Dani. Pertanyaanku terwakilkan :)
"Kurang lebih tiga jam lah," kalau nggak salah itu jawaban Pak Diaz.
Makhlum pas di mobil itu, mendadak saya nggak konek dengan obrolan. Ada sesuatu yang mengganjal dan rasa nyeri yang tak tahan.

Memasuki kawasan Pacet, kami girang sekali. Selain karena sudah makan siang menjelang malam, ada hamparan lukisan Allah yang indah sekali. Sampai di Grand Hotel Trawas, kami salah jalan. Harusnya lurus, malah belok kiri. Tanya satpam malah salah jalan. Selain jalan terjal, juga buntu karena pagarnya ditutup. Akhirnya Pak Saiful menyetir mundur, karena tak jalan sempit. Seperti petualangan di negeri fantasi, saat mobil mundur ada suara anjing menggonggong. Setelah telepon Pak Suhadi, barulah sadar bahwa kita salah jalan. Pak Saiful berbalik arah menuju pasar buah. Sampailah kita di Newstart Trawas. Alhamdulillah...

Disambut senyuman Pak Sinang, teman-teman ESKA. Dijamu makanan enak plus canda tawa Mbak Aci, Mbak Anty, Kang Hadian, Kang Dani. Kami lupa kalau capek. Bahkan kami ikuti acara api unggun sampai penghujung (pukul 01.00). Karena sayang sekali kalau melewatkan curhatan Ibu Sinang (Panggil saja Bu Nung).

Sampai akhirnya tubuhku berhak mendapatkan haknya menikmati kasur empuk Newstart. Inilah hadiah dari sabar.

Belajar Sabar Part III
Kali ini cuman sabar menunggu pembagian doorprize hehe...
Keren lho doorprize nya bisa merata. Saya dapat tasbih cantik plus buku Jakarta Underkompor. Pas banget karena sudah lama ngincer buku itu.
Bukan sabar itu maksudku. Tapi sabar saat melepaskan tali temali yang mengikat tangan kami kelompok Si Berat :D. Jadi pengin yel yel lagi ...
Nggak punya yel yel oh asyiknya
Nggak punya yel yel oh indahnya

(Cinta satu malam mode on)

Sabar bagi Kang Hadian dan Kang Dani yang mau pasrah didandani jadi mummy. Disuruh ambil bola telur. Gaya mereka gokil abis. Saya tertawa sampai keluar air mata.
Sabar saat disuruh bawa semangka pake kepala dari makam pendiri Newstart sampai hotel.

Dari outbound inilah terasa sekali semangat, kebersamaan dan cinta anak-anak SK.

Saya terharu saat dengar Mbak Anty bilang dengan lantang " I lop u pull", saat Mbak Ugik bilang Love it, saat April bilang "karena saya merasa memiliki SK". Sementara saya justru karena malu jadi mau bantu.

Belajar Sabar part IV
Perjalanan pulang Pati juga butuh kesabaran. Bis berinisial 'W' terlambat sampai di terminal Pati. Sabar bagi Bapakku yang telah menunggu dari pukul 18.30 sampai 21.00 WIB. Dan saya baru sampai terminal Pati sekitar pukul sepuluh lebih. Terminal sepi. Bapakku sudah pulang. HPku lowbat, wartel tutup. Akhirnya saya terima tawaran tukang ojek. Meskipun tidak bawa helm untukku. Tukang ojek itu juga sabar menunggu saya mau dianter pulang. Dibujuk, dirayu biar percaya. Sampai di rumah Ibuku malah ingin nangis :(.

Bonus sabar : segelas cinta dari Bunda, sepiring rindu yang terobati plus segelas es degan ala Pati plus bebek goreng plus empek2 Palembang plus uang saku dari Bapak :).

Begitulah cara Allah menyuruh kita belajar sabar.
Kalau Nihaw bilang hikmah dari perjalanan itu adalah dia jadi tahu Semarang.
Kalau saya jadi bisa upgrade kesabaran.

*cari2 tombol upload gambar kok ga ada ya. Terpaksa gak pake foto neh.