May 12, 2010

Kopaja Anti Rokok




Kawasan yang seharusnya bebas rokok, masih saja ditemukan orang yang sedang merokok. Upaya perlindungan masyarakat melalui pelaksanaan wilayah tanpa rokok seolah sia-sia belaka. Karena perokok yang bisa membaca larangan merokok, sedang tidak menggunakan akal sehatnya. Begitu pula saat membaca peringatan kesehatan di bungkus rokok, mereka (perokok) sedang tidak mengindahkannya. Apakah cara itu cukup efektif? Tentu jawabannya tidak. Karena jeratan adiksi rokok lebih kuat dibandingkan dengan kekuatan menahan diri . Hilanglah kesadaran menyayangi diri sendiri. Sepertinya perokok lebih sayang petani tembakau, pengusaha rokok ketimbang dirinya sendiri.

Haruskah aparat kepolisian digerakkan untuk melakukan pengawasan di kawasan tanpa rokok. Saya pikir tulisan besar-besar di spanduk itu bisa menjadi polisi tidur mengganti aparat kepolisian. Lagi-lagi pikiran itu terpatahkan. Benda mati tidak ditakuti. Saya masih menemukan perokok di kawasan yang seharusnya bebas rokok.

Dalam perjalanan pulang dari Pasar Festival, mata saya menemukan sticker tulisan anti rokok di bis kopaja. Sticker itu bertuliskan “Asap rokokmu membunuh orang di sekitarmu.” Satu trobosan agar penumpang tidak merokok sembarangan. Mengingat para penumpang lainnya akan terampas haknya untuk menghidup udara segar. Seharusnya tak perlu ada tulisan, himbauan dan larangan. Perokok hendaknya tau diri, sadar diri dan bertanggung jawab atas setiap asap rokok yang ia keluarkan dan dihirup oleh orang-orang sekitarnya.

Dalam perda DKI Jakarta No. 75 tentang kawasan dilarang merokok pasal 1 poin 23 - 31 telah ditentukan kawasan bebas rokok. Saya soroti poin 27 yakni angkutan umum.

Angkutan umum adalah alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa kendaraan darat, air, dan udara termasuk di dalamnya taksi, bus umum, busway, mikrolet, angkutan kota, Kopaja, Kancil, dan sejenisnya.

Sumber :

http://beritalingkungan.blogspot.com/2006/02/perda-dki-jakarta-no-75-thn-2005-ttg.html

Dalam hal ini timbul pro dan kontra. Saya pernah dapat email dari perokok yang menginginkan persamaan perlakuan. Sempat debat tentang bahaya asap rokok dengan asap knalpot. Jika asap rokok dilarang berhembus di Kopaja, mengapa asap knalpot Kopaja dibiarkan saja mengotori udara? Dua hal yang berbeda tapi ingin disamakan. Berikut petikan emailnya :

Asap rokok memang berbahaya, tp lebih bahaya mana dibandingkan dgn asap knalpot kopaja, metromini, motor, mobil dan asap dr industri?
Jika asap rokok merupakan racun hgg pabrik rokok tempat kami mencari nafkah dilarang & ditutup, mengapa kopaja, truk, sedan, motor dan pabrik, yg notabene lbh beracun tidak ikut ditutup? Tentunya kami, para pekerja ‘dosa’ di bdng rokok, iri dan menginginkan persamaan perlakuan.

Asap rokok dan asap knalpot memiliki dua rantai yang berbeda. Asap rokok dengan sengaja ditimbulkan oleh manusia, sedangkan knalpot lebih karena jenis kendaraan kita memang belum ramah lingkungan. Kalaupun harus mengubah bahan bakar juga tak mudah. Lagian sepeda listrik, bajaj dengan bahan bakar gas sudah beredar. Dan harganya tentu lebih mahal. Sedangkan merokok menurutku lebih mudah dihentikan asal perkokok mengerti cara menyayangi diri sendiri. Kalaupun tidak bisa dihentikan, minimal dikurangi. Jangan sampai generasi mendatang yang belum teradiksi menambah jumlah adiksi rokok di Indonesia.

Saya sangat setuju dengan quote “Silakan merokok asal asapnya ditelan”

“Ya nggak bisa,” komentar perokok

“Kalau tidak bisa, ya jangan merokok!”

“Lebih baik tidak makan dari pada tidak merokok,” pernyataan yang sungguh-sungguh berlebihan

Bagaimana mungkin hidup tanpa karbohidrat, protein, vitamin?

Bagaimana mungkin hidup mengandalkan racun?

Mari sukseskan kawasan bebas rokok. Agar bisa kita bisa menghirup udara segar dan mengurangi efek global warming. Merokoklah yang bertanggung jawab. Jangan merokok di kawasan bebas rokok.

No comments:

Post a Comment