Susu
Ramadhan
“Tangi,
Nduk. Wis arep imsak iki,” tubuh mungil yang dipanggil bergeming.
Sedikitpun tidak menggeliat. Yati memanggil sekali lagi. Teriak lebih kencang
lagi. Berkali-kali. Hingga tersisa lima
menit saja. Wanita berumur empat puluh itu mendekati anak sulungnya. Mengelus
kakinya. Dan berbisik pelan wis dienteni susu, ayo ndang tangi.
Oky berjingkat. Sinar matanya tinggal lima watt. Barangkali
nyawanya belum genap seratus persen. Saat melirik jam dinding, Oky kaget. Lima menit untuk makan
sepiring nasi, satu buah pisang dan minum susu segelas. Satu pisang masuk
perut, berkurang satu menit. Tiga menit untuk mengunyah, menelan nasi dan ayam
bakar. Menit terakhir yang berat. Harus menghabiskan segelas susu dalam kondisi
perut sudah penuh.
“Ayo
susune dimimik, wis kadung digawe kudu dienteke,” melihat Oky yang tidak kunjung meminum susu, Yati
gemas sekali.
“Nggih,
Bu. Mpun wareg niki.”
Suara sirine tanda sudah imsak
memenuhi langit-langit ruang makan. Oky cengar-cengir merasa terselamatkan. Tetapi
Yati tetap memaksa Oky minum susu. Jarang sekali dia membuat susu. Itu susu
khusus ramadhan. Tidak minum susu berarti tidak menghargai.
“Ayo diminum susunya, biar kuat.”
“Udah imsak, Bu.”
“Gak apa, kan belum adzan subuh.”
Oky pun minum segelas susu dengan muka
bersungut-sungut karena terpaksa. Sehingga ia kekenyangan dan kantuk pun
menyerang.
Oky melawan kantuk itu dengan berjalan
ke Mushola untuk sholat subuh berjama’ah. Lumayan bisa bakar kalori. Pulang
dari Mushola, Oky langsung balik ke kamar. Menunaikan hak matanya yang minta
tidur lagi.
Belum sampai memejamkan mata. Oky
sudah dikagetkan dengan suara Ibunya. “Ky…bantu Ibu! Pagi-pagi nggak boleh
tidur. Nanti rezekimu kabur. Bangun! Kerja-kerja! Puasa jangan dijadikan alasan
untuk bermalas-malasan.”
***
Ramadhan kali ini sunyi. Tidak ada
teriakan Ibu. Tidak ada susu. Oky harus mandiri. Tinggal sendiri di kamar dua
kali tiga meter. Sering tidak sahur, karena bangun kesiangan. Atau malas keluar
beli makanan. Padahal waktu subuh, perut sudah keroncongan. Gimana bisa
bertahan seharian. Dengan niat kuat. Dan membaca takbir Allahu Akbar, Oky mampu bertahan.
Setiap datang waktu sahur. Oky selalu
membayangkan susu ramadhan buatan Ibu. Rasanya beda dengan susu buatannya.
Padahal merk susunya sama.
“Aku rindu susu itu, Bu.”
Artikel ini terpilih dibukukan tapi saya putuskan tidak ikut. Karena sistemnya POD dan harus bayar dulu di awal. Kebetulan pas bokek hehe...
Semoga menginspirasi kita semua